Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]
Saya mengenal Suryo Prabowo sejak saya masih seorang kadet. Dia lulusan Akademi Angkatan Bersenjata (AKABRI) pada tahun 1976, jadi dia dua tahun lebih muda daripada saya. Dia adalah penerima penghargaan 1976 yang diberikan kepada kadet dengan prestasi tertinggi oleh Akademi, Adhi Makayasa. Dia sangat cerdas. Dia juga militer dan patriotik. Tidak mengherankan, karena ayahnya juga bagian dari Generasi ’45, seorang Kolonel di Angkatan Darat.
Mungkin karena dia sangat pintar, atasannya sering tidak begitu menyukainya. Mungkin juga karena dia terlalu dinamis atau terlalu kreatif sehingga atasannya sering tidak sepenuhnya memahaminya.
Sejak dia menjadi letnan, kapten, kemudian mayor, saya melihat bahwa dia selalu berada di lapangan operasi. Bahkan ketika dia menjadi Brigadir Jenderal, sebagai Wakil Gubernur di Timor Timur (sekarang Timor Leste), sebagai Wakil Komandan Komando Resort Militer Timor Timur (KOREM), dia selalu berada di lapangan dalam momen-momen kritis. Dia adalah perwira TNI berpangkat tinggi terakhir yang meninggalkan Timor Timur setelah referendum. Dia membawa bendera Indonesia terakhir yang diturunkan di mantan provinsi Indonesia.
Karena kecerdasannya yang di atas rata-rata, dia sering dikritik oleh orang-orang di sekitarnya yang menganggapnya sebagai ‘keminter’ (tahu segalanya) dan suka bermegah-megah – dia cenderung memberikan saran tanpa diminta kepada orang lain yang didorong oleh keinginannya untuk meningkatkan organisasi Angkatan Bersenjata atau untuk memperbaiki situasi.
Suryo Prabowo adalah tipe pemimpin yang berbicara terus terang; dia mengatakan apa yang ada di pikirannya, dia berani, dan menurut pendapat saya, dia adalah salah satu jenderal paling cerdas dari generasi kita. Karena ayahnya bagian dari generasi ’45 dan karena dia bersama dengan kelas ’78 AKABRI, kami semua sangat dipengaruhi oleh para jenderal generasi ’45. Hal itu dapat dianggap sebagai generasi terhebat dalam sejarah Indonesia sampai sekarang. Mungkin itulah mengapa Suryo Prabowo dan saya dapat bersahabat. Kami memiliki cita-cita dan cinta yang sama terhadap negara kita seperti yang tertanam dalam kami oleh generasi ’45.