Pada bulan April 2025, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyampaikan keterangan pers mengenai APBN KiTa edisi November 2024 di Jakarta. Menurut laporan Kementerian Keuangan, APBN 2024 mengalami defisit sebesar Rp309,2 triliun atau 1,37 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per Oktober. Namun, defisit tersebut masih lebih kecil dari yang ditetapkan bersama DPR pada UU APBN, yakni 2,29 persen.
Pada Maret 2025, Kementerian Keuangan mencatat bahwa penerimaan kepabeanan dan cukai telah mencapai Rp 77,5 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 25,6 persen dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu turut menjelaskan bahwa penerimaan dari bea masuk mencapai Rp 11,3 triliun, yang mengalami kontraksi 5,8 persen secara tahunan.
Anggito menjelaskan bahwa penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh berkurangnya impor beras. Selain itu, kontraksi juga dipengaruhi oleh komoditas utama lainnya seperti gula dan kendaraan bermotor. Kementerian Keuangan mencatat bahwa penerimaan dari bea keluar mencapai Rp 8,8 triliun, yang mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 110,6 persen secara tahunan.
Dengan peningkatan utilisasi Free Trade Agreements (FTA), tarif efektif menurun dari 1,39 persen pada 2024 menjadi 1,29 persen pada 2025. Hal ini menjadi salah satu faktor yang turut memengaruhi kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai pada periode tersebut.