Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) meminta kepada Polda Metro Jaya untuk menghentikan penyidikan kasus kericuhan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada peringatan Hari Buruh Internasional beberapa waktu lalu. Mereka telah mengajukan permohonan penundaan dan menghentikan kasus melalui permohonan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). SP3 diterbitkan oleh penyidik kepada penuntut umum untuk menghentikan penyidikan suatu kasus tindak pidana jika tidak ada bukti yang cukup atau alasan hukum lainnya. Hal ini berfungsi sebagai pemberitahuan bahwa proses hukum terhadap tersangka dihentikan.
Perwakilan TAUD, Astatantica Belly Stanio, menyatakan bahwa mereka juga datang ke Polda Metro Jaya untuk memenuhi panggilan kedua karena rekan-rekan mereka ditetapkan sebagai tersangka. Belly menyayangkan kecenderungan Polda Metro Jaya untuk melanjutkan kasus ini, menganggapnya sebagai bentuk kriminalisasi yang menyempitkan ruang sipil bagi masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa. Ketua Program Studi Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Ikhaputri Widiantini, juga mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap penangkapan peserta aksi pada peringatan Hari Buruh Internasional.
Ia menegaskan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional setiap warga negara yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. Polda Metro Jaya menetapkan 13 orang sebagai tersangka kasus kericuhan di depan Gedung DPR/MPR RI pada peringatan Hari Buruh Internasional. Dukungan moral dan akademik disampaikan kepada mahasiswa yang terlibat dalam kasus tersebut serta kepada semua pihak yang memperjuangkan keadilan dan kebebasan berekspresi di Indonesia.