Kemajuan pesat kecerdasan buatan generatif (artificial intelligence/AI) telah membawa komputer untuk memiliki kemampuan “melihat” dan bahkan “menggambar” dunia. Konsep ini semakin penting karena integrasi AI dalam kehidupan sehari-hari semakin meluas. Sebuah penelitian oleh T.J. Thomson dari RMIT University menemukan perbedaan cara pandang visual antara manusia dan AI. Manusia melihat dunia melalui cahaya yang masuk ke mata dan diinterpretasikan oleh otak, sementara komputer menyederhanakan gambar dan membandingkannya dengan database citra yang sudah dipelajarinya.
Menariknya, ketika diminta untuk mendeskripsikan gambar, AI cenderung mempersepsikan dunia secara universal dan kurang memperhitungkan konteks budaya atau nilai estetika. Gambar-gambar yang dihasilkan oleh AI cenderung lebih kontras dan jenuh, dengan kecenderungan untuk membesar-besarkan objek. Hasilnya, gambar-gambar AI bisa terlihat menarik secara visual, namun kurang memiliki kedalaman atau emosi yang dapat dirasakan oleh manusia.
Peneliti lain dari Max Planck Institute for Human Cognitive and Brain Sciences juga melakukan studi terkait bias visual pada AI. Mereka menemukan bahwa AI memiliki dimensi persepsi yang berbeda dengan manusia dalam membedakan gambar objek. Meskipun dimensi yang digunakan AI sebagian besar mirip dengan manusia, namun terdapat perbedaan signifikan dalam interpretasi makna di antara keduanya. Lalu, jika manusia melihat dunia dengan makna, AI melihatnya dengan bentuk semata. Burung bisa menjadi simbol kebebasan bagi manusia, tetapi bagi AI, burung hanyalah pola piksel dengan bentuk dan warna tertentu. Seperti itulah perbedaan cara pandang dunia antara manusia dan AI.
