Kamis, 12 September 2024 – 03:09 WIB
Pekerja di sektor industri tembakau. Foto: ilustrasi/Dokumentasi Bea Cukai
jpnn.com, JAKARTA – Puluhan asosiasi lintas sektor menolak berbagai kebijakan kontroversial terkait pengaturan produk tembakau pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, serta Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang menjadi aturan turunannya.
Aturan yang menjadi sorotan di antaranya zonasi larangan penjualan dan iklan luar ruang, serta wacana standardisasi kemasan berupa kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau maupun rokok elektronik.
Kebijakan tersebut menimbulkan polemik dan ketidakpastian berusaha bagi para pelaku usaha di berbagai sektor.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan berbagai tekanan regulasi industri hasil tembakau dirasa cukup memberatkan bagi multisektor yang berkaitan baik dengan pertembakauan.
Sebagai komoditas dengan kontribusi yang unggul bagi Tanah Air, APINDO menilai pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan dan melihat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang berbeda dari negara lainnya.
Di Indonesia, industri tembakau menyerap jutaan tenaga kerja dari petani, pekerja, pedagang dan peritel, hingga industri kreatif.
Sehingga, pengambilan kebijakan di Indonesia tidak bisa hanya mengacu dari negara-negara tertentu tanpa adanya pendalaman budaya.
“Kami melihat terdapat proses yang tidak tepat dalam proses penyusunan kebijakan ini, baik PP 28/2024 maupun RPMK dikarenakan minimnya pelibatan industri. Hal ini akan memicu kontraksi berkepanjangan. Padahal seharusnya pengambil kebijakan perlu berhati-hati dalam mengeluarkan peraturan yang akan mengancam kontraksi berkepanjangan,” kata Franky.
Pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan dan melihat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang berbeda dari negara lainnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News