Dinamika Reformasi Intelijen Indonesia
Reformasi intelijen Indonesia terus menjadi perdebatan, terutama dalam hal tata kelola dan mekanisme pengawasannya. Dua aspek utama yang menjadi tantangan dalam reformasi ini adalah pengelolaan sumber daya manusia dan sistem pengawasan yang efektif.
Dalam sebuah diskusi yang digelar di Universitas Bakrie, Jakarta, Reformasi Intelijen Indonesia terus menjadi topik perdebatan. Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie, Aditya Batara Gunawan, menyoroti perlunya peningkatan pengawasan terhadap badan intelijen, khususnya Badan Intelijen Negara (BIN). Menurutnya, pengawasan yang saat ini berada di bawah Komisi I DPR RI melalui Timwas Intelijen masih bersifat politis dan belum cukup memadai.
“Perlu ada pemikiran mengenai model pengawasan intelijen yang lebih independen dan akuntabel,” Reformasi Intelijen Indonesia dalam diskusi bertajuk Dinamika Reformasi dan Tata Kelola Intelijen yang diadakan pada Kamis (20/3/2025).
Urgensi Pengawasan yang Lebih Akuntabel
Senada dengan Aditya, Direktur Eksekutif LESPERSSI, Rizal Darma Putra, menekankan bahwa pengawasan terhadap lembaga intelijen harus tetap menjunjung tinggi prinsip akuntabilitas meskipun tidak sepenuhnya transparan. Menurutnya, Reformasi Intelijen Indonesia tidak akan optimal tanpa mekanisme kontrol yang jelas.
“Meskipun aspek transparansi intelijen memiliki batasan, prinsip akuntabilitas harus tetap dikedepankan demi kontrol demokratis,” tegas Rizal.
Ia juga menambahkan bahwa tim pengawas intelijen idealnya memiliki kewenangan penyidikan untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan dalam operasionalnya.
Perkembangan dan Adaptasi Kelembagaan BIN
Dalam diskusi yang sama, Reformasi Intelijen Indonesia Mayjen TNI (Purn) Rodon Pedrason, yang pernah menjabat sebagai Gubernur Sekolah Tinggi Intelijen Negara (2017-2020), menilai bahwa BIN saat ini telah mengalami perkembangan signifikan. Ia mencatat adanya penambahan kedeputian baru seperti siber serta komunikasi dan informasi sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan lingkungan strategis.
Saat ini, BIN memiliki total 9 kedeputian yang bertugas menangani berbagai aspek intelijen. Namun, Reformasi Intelijen Indonesia ada kekhawatiran bahwa budaya kerja intelijen semakin terbuka, bertentangan dengan prinsip dasar kerahasiaan (incognito). Hal ini disoroti oleh jurnalis Andhika, yang menilai bahwa keterbukaan ini perlu dibarengi dengan kehati-hatian dalam berbagi informasi sensitif.
“Intelijen seharusnya tetap menjaga kerahasiaan operasionalnya, bukan semakin terbuka seperti yang terjadi saat ini,” ungkap Andhika.
Selain itu, ia juga menyoroti minimnya keterlibatan masyarakat sipil dalam struktur BIN, yang seharusnya dapat memperkaya perspektif intelijen dalam menghadapi tantangan keamanan nasional.
Sumber: Reformasi Intelijen Indonesia: Tantangan Tata Kelola Dan Urgensi Pengawasan Yang Lebih Transparan
Sumber: Dinamika Reformasi Dan Tata Kelola Intelijen: Perlunya Model Pengawasan Yang Memadai