Tradisi saling klakson, melambaikan tangan, atau mengangguk saat bertemu pengendara Vespa merupakan simbol solidaritas yang telah menjadi bagian dari budaya komunitas Vespa selama bertahun-tahun. Namun, kebiasaan ini mulai memudar, terutama di kalangan pengguna Vespa matik generasi baru. Fenomena ini disayangkan oleh pecinta Vespa klasik, seperti Om Benk, yang mengharapkan semangat persaudaraan ini dapat dilestarikan oleh pengguna Vespa matik. Menurut pengamat transportasi, Muslich Zainal Asikin, solidaritas di antara pengguna Vespa berbeda dari pengguna motor lainnya karena merasa satu nasib sebagai pecinta Vespa. Budaya solidaritas ini memiliki akar dalam sejarah panjang penggunaan Vespa di Eropa, di mana Vespa menjadi simbol gaya hidup, kebebasan, dan solidaritas pada dekade 1960-an.
Di Indonesia, Vespa juga menjadi kendaraan favorit pada era 1970-an hingga 1980-an, membentuk komunitas yang tidak hanya berfokus pada kegiatan otomotif, tetapi juga aktif dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan. Contohnya, komunitas Lhapscoot yang dibentuk oleh Sunartato bersama rekan-rekannya, yang mengedepankan prinsip egaliter antar anggotanya. Namun, generasi baru pengguna Vespa, terutama yang menggunakan model matik, cenderung kurang memahami tradisi solidaritas ini, menurut Sunartato.
Menjaga tradisi kecil seperti saling klakson dan sapaan bisa menjadi simbol kehangatan dan persaudaraan yang mulai langka di tengah arus modernisasi dan individualisme. Kehilangan tradisi ini menjadi perhatian bagi komunitas Vespa, yang berharap solidaritas Vespa tidak hanya menjadi cerita masa lalu. Akan sangat disayangkan jika nilai-nilai kebersamaan yang telah dipegang teguh oleh komunitas Vespa selama ini tergerus oleh pergantian generasi dan perubahan zaman.
Semoga semangat persaudaraan di antara pengguna Vespa tetap terjaga dan diwarisi oleh generasi pengguna Vespa yang akan datang, sehingga tradisi klakson dan salam menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya komunitas Vespa di masa depan.