Kondisi ketidakamana energi, seperti kesulitan membayar tagihan listrik atau menjaga suhu rumah tetap aman, dapat berdampak serius pada kesehatan mental orang dewasa. Riset yang dilakukan oleh para peneliti dari Georgia Institute of Technology dan Case Western Reserve University mengungkapkan bahwa orang dewasa yang mengalami ketidakamanan energi memiliki dua kali lipat lebih banyak kemungkinan untuk mengalami gejala kecemasan dan depresi daripada mereka yang hidup tanpa masalah energi.
Penelitian tersebut menganalisis hampir 1,14 juta tanggapan dari survei Household Pulse Survey milik Biro Sensus Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 22% responden mengalami kesulitan membayar tagihan energi dan 22% lainnya membiarkan rumah dalam suhu tidak aman untuk menghemat biaya. Ketidakamanan energi juga menunjukkan bahwa 34% responden terpaksa mengurangi kebutuhan dasar, seperti makanan atau obat, untuk menutup biaya energi.
Peneliti menemukan bahwa ketidakamanan energi berhubungan erat dengan risiko stres kronis yang dapat mempengaruhi kesehatan mental. Dampak psikologis dari ketidakamanan energi dianggap setara atau bahkan lebih parah daripada bentuk kerentanan dasar lainnya, seperti kekurangan pangan atau perumahan. Oleh karena itu, peneliti menyerukan agar ketidakamanan energi dimasukkan ke dalam indikator sosial penentu kesehatan dan menjadi bagian dari protokol skrining klinis di fasilitas kesehatan.
Untuk mengatasi masalah ini, peneliti menekankan perlunya perluasan program bantuan energi, perlindungan dari pemutusan listrik, dan peningkatan efisiensi rumah tangga melalui program weatherization. Pembuat kebijakan juga diimbau untuk mempertimbangkan ketidakamanan energi saat merancang program kesehatan mental dan dukungan sosial. Dengan adanya krisis iklim dan kenaikan tagihan listrik, penting bagi pemerintah untuk memberikan perhatian pada masalah ketidakamanan energi guna mencegah dampak negatifnya terhadap kesehatan mental masyarakat.
