Indonesia memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kaya, namun sebagian besar rakyat masih hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini disebut sebagai Paradoks Indonesia. PDB Indonesia hanya tumbuh 13 kali lipat dalam 30 tahun terakhir, sementara Tiongkok tumbuh 46 kali lipat dan Singapura tumbuh 19,5 kali lipat. Tiongkok berhasil tumbuh pesat karena menerapkan prinsip kapitalisme negara, di mana semua cabang produksi penting dan sumber daya alam dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di Indonesia, pengelolaan ekonomi banyak diserahkan ke mekanisme pasar dan oligarki.
Kekuasaan ekonomi Indonesia dikuasai oleh segelintir orang super kaya, yang memiliki kekuasaan yang berlebih. Hal ini disebabkan 1% orang terkaya Indonesia menguasai 36% kekayaan Indonesia. Kekayaan 10% orang terkaya Indonesia bahkan mencapai 66% kekayaan Indonesia. Keputusan politik yang keliru akan membuat rakyat semakin miskin, sementara keputusan yang tepat akan membuat rakyat semakin sejahtera.
Untuk mencapai tujuan negara yang sejahtera, pengelolaan kekayaan negara perlu dilakukan melalui keputusan politik yang baik, baik di tingkat daerah maupun nasional. Prabowo Subianto optimistis bahwa Indonesia bisa menjadi negara kelas atas jika keputusan politik yang tepat diambil. Dia menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai dua digit secara berkelanjutan agar bisa keluar dari perangkap negara menengah. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi di bawah 10% akan membuat Indonesia tetap terjebak dalam middle income trap, di mana negara menengah tetap akan menjadi negara menengah tanpa kemajuan yang signifikan.