Kasus pemerasan yang melibatkan oknum polisi dalam acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 menimbulkan keraguan di masyarakat terhadap institusi polisi. Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan bahwa jika penetapan kode etik menjadi akhir dari penanganan kasus ini, publik dapat kehilangan kepercayaan terhadap Polri. Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menekankan pentingnya proses hukum yang tegas tanpa adanya keringanan bagi pelaku.
Sugeng menyoroti pentingnya keputusan yang diambil oleh Kepolisian terkait kasus ini. Dia meminta agar sidang etik tidak mempengaruhi proses hukum pidana yang seharusnya dijalani oleh oknum polisi yang terlibat. Hal ini bertujuan untuk menghindari dampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Selain itu, Sugeng juga menekankan bahwa jika anggota polisi yang terlibat dalam tindak pidana tidak diproses secara hukum, hal tersebut dapat memicu resistensi sosial dari masyarakat. Polri diminta untuk menjalankan proses hukum secara adil dan transparan untuk menjaga integritas institusi.
Meskipun proses hukum masih berlanjut, Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Pol. Abdul Karim, menegaskan bahwa Kepolisian tidak akan memberikan toleransi terhadap anggota yang melanggar kode etik dan hukum. Dia menegaskan komitmen Polri untuk menindak tegas pelanggaran yang dilakukan oleh personelnya.
Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait kasus DWP 2024 telah berakhir, dimana sebanyak 35 personel menjalani proses hukum. Beberapa di antaranya diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), sementara yang lain mendapat sanksi demosi. Komisioner Kompolnas Mohammad Choirul Anam mengatakan bahwa sebagian besar personel yang dijatuhi sanksi mengajukan banding terhadap keputusan tersebut. Sebagai upaya penegakan hukum yang jelas, masyarakat berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan transparan.